Selasa, 26 Februari 2013

TAFSIR AR-RUM:7


Bismillah,

"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai." (QS ar-Rum:7)



Dan mereka, orang-orang yang tidakmengetahui. Maksudnya, mereka yang tidak mengetahui esensi sesuatu dan akibat-akibatnya, sebenarnya “hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia,” lalu mereka melihat kepada sebab-musabab dan memastikan kejadian perkara yang sudah terbetik dalam pikiran mereka, yang telah terpenuhi semua sebab musabab keberadaannya; dan mereka meyakini ketidakterjadinya suatu perkara yang mana mereka sama sekali belum melihat keberadaan sebab-sebab yang bisa menimbulkan kejadiannya. Jadi, mereka sangat tergantung kepada sebab-sebab, tanpa melihat kepada (Allah) yang menurunkan sebab-sebabnya, yang bertindak padanya, “sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” Hati mereka, hawa nafsu mereka dan kemauan mereka sudah terfokus pada dunia, kesenangan dan gemerlapnya, lalu berbuat hanya untuk itu, berupaya dan menuju kepadanya, berpaling dan lupa tehadap kehidupan akhirat. Ia sama sekali tidak merindukan surge, tidak pula takut akan api neraka, tidak juga berdiri di hadapan Allah dan berjumpa denganNya membuatnya takut dan membuatnya ngeri. Ini adalah tanda kesengsaraan, dan cirinya adalah lalai akan kehidupan akhirat.

Yang mengherankan adalah bahwa sesungguhnya kelompok manusia yang satu ini sudah mencapai pada kecerdasan dan kepintaran yang sangat tinggi terhadap lahiriah kehidupan dunia hingga sampai pada tigkat mencengangkan akal da menakjubkan hati. Mereka bisa memperlihatkan berbagai keajaiban nuklir dan listrik, peralatan transportasi darat, laut dan udara yang dengannya mereka menjadi unggul. Mereka berhasil menampakkan dan membanggakan akal mereka, dan mereka memandang bangsa-bangsa lain dengan pandangan hina dan rendah, sedangkan dalam masalah agama mereka merupakan manusia yang paling bodoh dan paling lalai terhadap kehidupan akhirat, serta paling dangkal pengetahuannya terhadap akibat-akibat perbuatan mereka.

Mereka telah dilihat oleh orang-orang yang berakal dan berpandangan tajam sedang terombang-ambing dalam kejahilan, tergelimang dalam kesesatan, terbuai dalam kebatilan. Mereka telah melupakan Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik. Lalu para ahli piker itu melihat kepada apa yang dikaruniakan Allah subhanahu wata’ala dan kemampuan yang Allah anugerahkan kepada mereka (sekelompok manusia itu) berupa pemikiran-pemikiran yang sangat canggih dalam permasalahan dunia dan lahirnya, sedangkan mereka tidak dikaruniai akal yang sangat jenius. Maka para ahli pemikiran yang mendalam (tajam) itu mengetahui bahwasannya segala perkara adalah wewenang Allah dan keputusan terhadap manusia adalah milikNya. Ia tiada lain melainkan hanya taufikNya atau pengabaianNya.

Maka dari itu mereka (para ahli pemikiran yang mendalam) takut kepada Allah, Rabb mereka, dan mereka memohon kepadaNya semoga Dia berkenan melengkapi cahaya akal dan iman yang telah dianugerahkanNya kepada mereka hingga mereka bisa sampai kepadaNya dan menempati keridhaanNya. Semua perkara di atas, kalau saja disertai dengan iman dan dibangun di atasnya, tentu ia akan membuahkan kemajuan yang sangat tinggi dan kehidupan yang baik. Akan tetapu, karena kebanyakannya dibangun di atas landasan ilhad(kekafiran), maka ia tidak membuahkan sesuatu kecuali dekadensi moral dan segala sebab kebinasaan dan kehancuran.

Disalin dari Tafsir Al-Qur’an jilid 5, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Pustaka Sahifa, hal 518-520
Semoga kita semua bisa mengambil banyak manfaat dari tafsir ayat ini.

Jumat, 15 Februari 2013

SHALAT DUA RAKAAT SEBELUM SHALAT MAGHRIB



Hal itu didasarkan pada hadits Anas –radhiyallahu ‘anhu- yang di dalamnya disebutkan : “Kami pernah mengerjakan shalat dua rakaat pada masa Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- setelah matahari terbenam, sebelum shalat Maghrib.” (Muslim, no .836)

Anas –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan: “Kami pernah berada di Madinah, tiba-tiba seorang muadzin mengumandangkan adzan shalat Maghrib, maka para Sahabat bergegas mendatangi pilar-pilar masjid lalu mereka mengerjakan shalat dua rakaat, sampai-sampai ada orang asing masuk masjid dan mengira bahwa shalat Maghrib telah dikerjakan karena banyaknya orang yang mengerjakan shalat sunnah dua rakaat tersebut.” (Muttafaq ‘alaih: al-Bukhari, Kitab “al-Adzaan,” Bab “Kam Bainal Adzaan wal Iqaamah,” no. 625. Muslim, Kitab “Shalaatul Musaafiriin,” Bab “Istihbaabu Rak’atain Qabla Shalatil Maghrib,” no. 837)

Juga pada hadits ‘Abdullah bin Mughaffal –radhiyallahu ‘anhu-, dari Nabi –shalallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda: “Shalatlah kalian sebelum Shalat Maghrib.” Pada ketiga kalinya beliau bersabda: “Bagi yang menghendaki.” (Al-Bukhari, no. 1183 dan 7368)

Dalam sebuah riwayat disebutkan: Nabi –shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat dua rakaat sebelum maghrib.” (Shahiih Ibni Hibban (al-ihsaan) (III/457). Syu’aib al-Arna’uth mengatakan: “Sanad hadits ini shahih dengan syarat Muslim”)

Dari ‘Abdullah bin Mughaffal –radhiyallahu ‘anhu-, dia bercerita: Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
‘Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat satu shalat. Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat satu shalat.’ Dan pada yang ketiga kalinya, beliau bersabda: ‘Bagi yang menghendakinya.” (Al-Bukhari, no. 624)

Hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa shalat dua rakaat sebelum Maghrib merupakan sunnah qauliyah(ucapan), fi’liyah (perbuatan), dan taqririyah (keputusan).




Diambil dari buku "ENSIKLOPEDI SHALAT Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah jilid 1", Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Qahthani, Pustaka Imam asy-Syafi'i, hal. 365

TATA CARA MANDI SETELAH HAIDH




1. Berniat mandi secara sempurna di dalam hati

2. Mengucapkan Bismillah

3Membasuh kedua telapak tangan tiga kali

4. Mencuci kemaluan dangan tangan kiri

5. Membasuhnya dengan aira dan sabun

6. Berwudhu' secara sempurna atau berwudhu' dan mengakhirkan kedua kakinya sampai ke akhir mandi

7. Memasukkan jari-jari ke dalam air, lalu menyela-nyela rambutnya sehingga menyentuh kulit kepalanya lalu menyiramkan air ke kepala sebanyak tiga genggam dengan menggunakan kudua tangannya dimulai dengan kepala sebelah kanan lalu kiri lalu tengah. seorang wanita tidak berkewajiban menguraikan rambutnya untuk mandi janabah. disunnahkan menguraikannya untuk mandi karena haidh

8. Mengguyurkan air ke kulit kepala dan seluruh bagian tubuh dari bagian kanan lalu kiri. selain itu juga harus benar-benar memperhatikan pembasuhan ketiak dan anggota tubuh terpencil dan pangkal paha.

9. Berpindah ke tempat yang lain lalu membasuh kedua kakinya. yang terbaik adalah tidak mengeringkan anggota tubuhnya (dengan handuk). tidak boleh berlebihan dalam menggunakan air, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.




dirangkum dari buku "ENSIKLOPEDI SHALAT Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah jilid 1", Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Qahthani, Pustaka Imam asy-Syafi'i, hal. 90-92

BELAJAR BAHASA ARAB


Syaikh utsaimin rahimahullah berkata:

sesungguhnya ilmu nahwu itu ilmu mulia yangmenghantarkan kepada 2 hal yang penting
1. dapat memahami al-qur-an dan as-sunnah
2. meluruskan lisan sebagaimana lisannya orang arab yang Al-Qur-an itu turun dalam bahasa arab



nahwu diibaratkan seperti rumah bambu yang pintunya terbuat dari besi. awalnya mempelajari ilmu nahwu itu susah sekali, namun jika sudah memasuki rumah itu maka segalanya akan lebih mudah bagimu, insyaAllah.

umar bin khatab radhiyallahu'anhu berkata "pelajarilah oleh kalian bahasa arab karena bahasa arab adalah bagian dari agamamu"

imam syafi'i rahimahullah berkata, "orang yang bahasa arabnya (nahwunya) mendalam maka dia akan diberikan petunjuk oleh Allah subhanahu wata'ala"

Jabatan




“Janganlah meminta-minta jabatan, sebab jika engkau mendapatkan suatu jabatan lantaran permintaan darimu niscaya engkau tidak akan mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala. Namun jika engkau mendapatkannya bukan karena permintaan darimu niscaya engkau akan mendapatkan bantuan (dari Allah ta’ala) dalam mengembannya”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu’anhu.

Ajal menanti di tempat yang anda tuju



Pernahkah terpikir di hati anda ketika anda hendak keluar rumah, bahwa bisa jadi malaikat maut sedang menanti di depan pintu?

Atau barang kali ketika anda hendak pergi ke suatu tempat, bisa jadi malaikat maut sedang menanti anda di tempat tersebut?

Simak dan renungkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam berikut :

لَا يُقَدَّرُ لِأَحَدٍ يَمُوتُ بِأَرْضٍ، إِلَّا حُبِّبَتْ إِلَيْهِ وَجُعِلَ لَهُ إِلَيْهَا حَاجَةٌ

Bila Allah telah menentukan kematian bagi seseorang terjadi di suatu negri, maka Allah pasti akan menjadikannya cinta atau merindukan negri itu, dan Allah akan menjadikannya merasa berkepentingan untuk pergi ke negri itu. ( HR.Ahmad dll)

Pikirkan baik-baik sobat, bisa jadi malaikat maut saat ini sedang menanti anda di tempat yang hendak anda tuju pagi ini.

Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami. Amiin.

--- Nasehat Ustdz Dr.Muhammad Arifin Badri MA ---

KETERKAITAN NAMA DENGAN YANG DINAMAINYA

dari malik dari yahya bin sa'id, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bertanya tentang siapa yang akan memerah susu kambing. Lalu seseorang berdiri. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya, "Siapa namamu?" Laki-laki itu menjawab, "Murrah (pahit)" Maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, "duduklah." Kemudian ia berkata lagi, "siapakah yang akan memerah kambing ini?" maka seorang laki-laki berdiri. lalu Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadanya, "siapa namamu?" laki-laki itu menjawab, "aku harb (peperangan, permusuhan)" lalu rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya, "duduklah." kemudian beliau shalallahu 'alaihi wasallam bertanya lagi, "siapa yang akan memerah kambing ini?" lalu seorang berdiri. Lalu nabi shalallahu 'alaihi wasallam bertanya, "siapa namamu." laki-laki itu menjawab, "ya'isy (selalu hidup)" maka rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya, "perahlah (kambing itu)."

Jagalah Pandangan




Ibnul Qoyyim berkata, “Kebanyakannya maksiat itu masuk kepada seorang hamba melalui empat pintu, yang keempat pintu tersebut adalah kilasan pandangan, betikan di benak hati, ucapan, dan tindakan. Maka hendaknya seorang hamba menjadi penjaga gerbang pintu bagi dirinya sendiri pada keempat gerbang pintu tersebut, dan hendaknya ia berusaha terus berjaga ditempat-tempat yang rawan ditembus oleh musuh-musuh yang akibatnya merekapun merajalela (berbuat kerusakan) di kampung-kampung kemudian memporak-porandakan dan meruntuhkan semua bangunan yang tinggi. Adapun pndangan maka dia adalah pembimbing (penunjuk jalan) bagi syahwat dan utusan syahwat. Menjaga pandangan merupakan dasar untuk menjaga kemaluan, barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka dia telah mengantarkan dirinya terjebak dalam tempat-tempat kebinasaan. Pandangan merupakan sumber munculnya kebanyakan malapetaka yang menimpa manusia, karena pandangan melahirkan betikan hati kemudian berlanjut betikan di benak hati menimbulkan pemikiran (perenungan/lamunan) lalu pemikiran menimbulkan syahwat kemudian syahwat melahirkan keinginan kemudian menguat kehendak tersebut hingga menjadi ‘azam/tekad (keinginan yang sangat kuat) lalu timbullah tindakan –dan pasti terjadi tindakan tersebut- yang tidak sesuatupun yang mampu mencegahnya. Oleh karena itu dikatakan “kesabaran untuk menundukan pandangan lebih mudah daripada kesabaran menahan kepedihan yang akan timbul kelak akibat tidak menjaga pandangan”.

Berkata seorang penyair

Seluruh malapetaka sumbernya berasal dari pandangan…….dan besarnya nyala api berasal dari bunga api yang kecil
Betapa banyak pandangan yang jatuh menimpa hati yang memandang…..sebagaimana jatuhnya anak panah yang terlepaskan antara busur dan talinya
Selama seorang hamba masih memiliki mata yang bisa ia bolak-balikan (umbar)……maka ia sedang berada di atas bahaya di antara pandangan manusia
Menyenangkan mata apa yang menjadikan penderitaan jiwanya…..sungguh tidak ada kelapangan dan keselamatan dengan kegembiraan yang mendatangkan penderitaan.

Diantara akibat tidak menjaga pandangan yaitu menimbulkan penyesalan yang sangat mendalam dan hembusan nafas yang panjang (tanda penyesalan) serta kesedihan dan kepahitan yang dirasakan. Seorang hamba akan melihat dan menghendaki sesuatu yang ia tidak mampu untuk meraihnya dan dia tidak mampu untuk bersabar jika tidak mampu meraihnya, dan hal ini merupakan ‘adzab (kesengsaraan dan penderitaan) yang sangat berat, yaitu engkau menghendaki sesuatu yang engkau tidak bisa menahan kesabaranmu untuk mendapatkannya bahkan engkau tidak bisa sabar walaupun untuk mencicipi sedikit yang kau inginkan tersebut padahal engkau tidak memiliki kemampuan untuk meraihnya. Betapa banyak orang yang mengumbar kilasan pandangannya maka tidaklah ia melepaskan kilasan-kilasan pandangan tersebut kecuali kemudian ia terkapar diantara kilasan-kilasan pandangan yang dilepaskannya itu. Yang sungguh mengherankan kilasan pandangan yang diumbar merupakan anak panah yang tidak sampai menancap kepada yang dipandang agar yang dipandang menyiapkan tempat untuk hati sipemandang…yang lebih mengherankan lagi bahwasanya pandangan menggores luka yang parah pada hati sipemandang kemudian luka tersebut tidak berhenti bahkan diikuti dengan luka-luka berikutnya (karena berulangnya pandangan yang diumbar oleh si pemandang-pen) namun pedihnya luka tersebut tidaklah menghentikan sipemandang untuk berhenti mengulang-ulang umbaran pandangannya. Dikatakan “Menahan umbaran pandangan lebih ringan dibanding penyesalan dan penderitaan yang berkepanjangan…”.
(Ad-Da’ wad Dawa’ hal 232-236)

Syarat Diterimanya Tauhid (1)

Para ulama mengatakan bahwa agar tauhid kita diterima, ada tujuh syarat yang harus dipenuhi :

1. Mengetahui maknanya
2. Meyakini maksudnya tanpa ragu sedikitpun
3. Menerima konsekuensinya tanpa penolakan sama sekali
4. Tunduk pasrah terhadap konsekuensi tersebut
5. Semata-mata karena Allah, bukan yang lainnya
6. Jujur dalam mengucapkan
7. Mencintainya sepenuh hati


MENGETAHUI MAKNANYA
sesuatu yang diucapkan tidak selamanya difahami. anak kecil sering berceloteh tanpa memahami makna yang diucapkan. demikian pula orang gila, orang mengigau, dan atau orang sadar yang sekedar ikut-ikutan. bahkan burung beo pun bisa diajari menirukan kata laa ilaaha illallaah, tanpa tahu sedikit pun tentang maknanya.

"Mereka yang menyeru selain Allah itu tidak memiliki syafa'at sedikit pun. kecuali orang-orang yang bersyahadat dengan benar dalam keadaan mengetahui" (QS. Az Zukhruf: 86)

Dalam tafsir as-Sa'di dijelaskan "yaitu, mengucapkan dengan lisan, mengakui dengan hati dan mengetahui apa yang dipersaksikan."

“Barangsiapa mati dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, maka dia akan masuk surga.” (HR. Muslim no.145)

“Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az Zumar : 9)



MEYAKINI MAKSUDNYA TANPA RAGU SEDIKITPUN

Sekedar mengetahui maknanya tidaklah cukup, namun harus pula meyakininya. sebab tidak semua yang kita ketahui secara otomatis kita yakini kebenarannya. karenanya, kita mengenal adanya ilmu pasti dan ilmu tidak pasti. disebut ilmu pasti karena kebenarannya bersifat pasti alias yakin.

tauhid pun demikian. Jadi, seseorang harus meyakini kalimat laa ilaaha illallaah seyakin-yakinnya tanpa boleh ada keraguan sama sekali. Yakin adalah ilmu yang sempurna.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hujurat : 15)

Dalam tafsir As-Sa'di dijelaskan "Dalam beriman, Allah subhanahu wata'ala mensyaratkan tidak adanya keraguan, karena iman yang bermanfaat adalah tekad bulat dan keyakina terhadap perintah Allah subhanahu wata'ala untuk beriman padaNya yang tidak disertai dengan keraguan sedikit pun."

Apabila seseorang ragu-ragu dalam keimanannya, maka termasuklah dia dalam orang-orang munafik –wal ‘iyadzu billah [semoga Allah melindungi kita dari sifat semacam ini]. Allah Ta’ala mengatakan kepada orang-orang munafik tersebut,

“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.”(QS. At Taubah : 45)

yakni, mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan keyakinan yang benar. oleh karena itu, keinginan mereka kepada kebaikan pun minim, mereka takut berperang, mereka harus meminta izin untuk tidak berperang. "kerena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya." yakni selalu dalam kebimbangan dan kebingungan.

Dalam beberapa hadits, Allah mengatakan bahwa orang yang mengucapkan laa ilaha illallah akan masuk surga dengan syarat yakin dan tanpa ada keraguan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah (baca: meninggal dunia) dengan membawa keduanya dalam keadaan tidak ragu-ragu kecuali Allah akan memasukkannya ke surga” (HR. Muslim no. 147)




*insyaAllah bersambung

LARANGAN MENGHARAP MATI SAAT TERTIMPA MARABAHAYA


Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Janganlah salah seorang dari kalian mengharap kematian karena marabahaya yang menimpa, kalaupun harus mengharap (mati), hendaklah berdo'a: "Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan lebih baik bagiku dan matikan aku jika kematian lebih baik bagiku." (Riwayat Al-Bukhari no. 567, Muslim no. 2680)


Juga diriwayatkan dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda :

"Janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan dan berdo'a (memohon) kematian sebelum waktunya tiba, seungguh bila salah seorang dari kalian meninggal dunia, amalnya terbutus sungguh umur orang mukmin itu menambahkan kebaikan." (Riwayat Muslim no. 2686)


Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan, tidak apa-apa mengharapkan kematian karena khawatir agama seseorang terkena fitnah, namun bila tertimpa suatu musibah, hukumnya tidak boleh mengharapkan kematian. Pernyataan seperti ini keliru dan bodoh dari sisi akal dan sesat dari sisi agama.

Alasan kenapa bodoh dari sisi akal adalah karena bila seseorang tetap hidup dan berbuat baik, kebaikannya akan semakin bertambah, sementara bila perbuatannya buruk makan diharapkan kembali dan bertaubat kepada Allah, sementara bila kita mati tidak akan tahu seperti apa kondisinya, tidak menutup kemungkinan kita mati dalam keadaan su'ul khatimah, semoga Allah melindungi kita semua. Karena itu kami katakan, jangan mengharap mati karena itu adalah tindakan bodoh dari sisi akal.

Alasan kenapa sesat dari sisi agama adalah karena melanggar larangan nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Berkenaan dengan fitnah yang menimpa agama, bila seseorang terkena fitnah dari sisi agama, entah karena perhiasan dan keindahan dunia atau karena fitnah lain, atau karena pikiran-pikiran rusak, aliran-aliran menyimpang dan lain sebagainya, untuk hal-hal semacam ini juga tidak dibolehkan seseorang mengharap kematian.

Hanya saja dianjurkan untuk berdo'a : "Ya Allah, wafatkan aku tanpa terkena musibah." Memohon kepada Allah agar diberi keteguhan hati atau diwafatkan tanpa terkena musibah, dan jika tidak seperti itu hendaknya bersabar, sebab bisa jadi tetap bertahan dengan fitnah yang ada akan menjadi kebaikan bagi kaum muslimin, membela dan menolong kaum muslimin sehingga keberadaan mereka menguat, namun dianjurkan mengucapkan doa : "Ya Allah, bila Engkau menghendaki siksa kepada hamba-hamba-Mu, wafatkanlah aku tanpa terkena siksa itu". (Syarh Riyadhush Shalihin, Syaikh Ibnu Utsaimin, 2/331-333)


dari buku Misteri Kematian, DR. Ahmad Musthafa Mutawalli, Darul Ilmi Publishing, hal 30-32