Minggu, 15 September 2013

Ketika dia yang tercinta seorang Pemarah… (Menyikapi kemarahan sang suami tercinta)


Duhai wanita mana yang tidak memimpikan hadirnya seorang pendamping yang lemah lembut dan penuh kasih sayang dalam mengarungi bahtera cinta dalam rumah tangganya. Dinaungi sejuknya ‘ilmu syar’iy, manisnya iman disebabkan mencintai karena Allooh Ta’ala dan melewati hari-hari bersama suaminya dengan canda tawa dan snyum bahagia. Sungguh semua wanita di dunia, tak terkecuali wanita kafirpun akan merindukan suasana rumah tangga yang demikian.

Namun Allooh Ta’ala telah menetapkan jodoh masing-masing manusia, seorang wanita tidak bisa memilih bahwa dia akan menjadi bagian dari tulang rusuk seorang lelaki yang lembut dan penyayang, namun hendaknya wanita tadi selalu meyakini bahwa jodoh yang telah diberikan Allooh Ta’ala kepadanya adalah jodoh yang terbaik dan paling bermanfaat bagi dirinya. Maka hendaknya dengan menunggu datangnya pemilik tulang rusuk tadi untuk mengkhitbah dirimu, hendaknya seorang wanita yang masih lajang berusaha memperbanyak menuntut ‘ilmu syar’iy dan berusaha menjadi seorang wanita yang sholihah, karena kelak ia akan menjadi sebaik-baik perhiasan rumah tangga suaminya.

Dari Abdulloh bin ‘Amru rodhiyalloohu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang sholihah.” [HR. Ibnu Hibban, no. 4033]

Maka dengan berbekal kesholihah-annya seorang wanita akan mampu mengarungi rumah tangga dengan seorang suami yang memiliki temperamen apapun, baik lemah lembut atau yang pemarah, tentunya seorang suami tersebut adalah ahlus sunnah yang memiliki manhaj yang lurus yang mengikuti jejak salafush sholih dalam agamanya. Namun hendaknya seorang wanita memahami bahwa lelaki itu memiliki watak yang berbeda-beda, ada yang kasar, pemarah, mudah tersinggung dan tegas dalam rumah tangganya, dan ada pula yang lembut, perhatian dan penuh kasih sayang.

Jika mendapatkan seorang suami yang lembut dan perhatian maka biasanya tidak banyak masalah yang terjadi, namun ketika Allooh Ta’ala mentakdirkan calon suami anda adalah seorang yang terperamen emosinya mudah naik dan berkata-kata kasar, padahal sifat dasarnya adalah penyayang dan lembut, namun kadang karena sesuatu hal dia mudah marah dan emosi, maka hendaknya sang istri dengan berbekal ‘ilmu syar’iy dan kecerdasannya mampu mengatasi itu semua, dan menggunakan emosi suaminya sebagai senjata terbaik dirinya untuk mendapatkan kasih sayang lebih dari suaminya. Mampukah itu dilakukan???

Mampukah merubah kemarahan dan emosi suami menjadi senjata ampuh yang berbalik menguntungkan sang istri dan membuat suami lebih mencintai istri, sehingga suami membuat bait-bait sya’ir cinta untuk sang istri? Sepertinya memang sangat sulit dilakukan, bahkan penulis pernah mendapatkan kata-kata dari seorang ustadzah muda yang sedang ta’aruf dan mengetahui calon suaminya (yang menurut pengakuannya) adalah seorang pemarah, dia sendiri mengatakan, “Jika calon suami ana seorang pemarah, dan ana juga punya temperamen pemarah, bisa setiap hari nanti perang kalau sudah menikah!

Memang tidak mudah wahai saudariku, namun pahamilah bahwa semua itu bisa dilakukan, jika engkau benar memahami ‘ilmu syar’iy dan berniat kuat serta bersungguh-sungguh untuk menyusun sebuah rumah tangga yang sakinah. Lalu apa rahasianya ketika suami-istri menjumpai permasalahan yang demikian? Ketika sang suami suka marah dan sering marah-marah akan suatu hal yang kecil, mampukan semua sifat itu berubah dengan kecerdasan sang istri, tentunya dengan do’a yang baik kepada Allooh Ta’ala, bagi pemimpin rumah tangganya itu. Maka aku menjawabnya, “InsyaAllooh engkau mampu untuk melewati itu semua! Berbaik sangkalah kepada Allooh Ta’ala jika memang dia adalah jodohmu!”

Rahasia itu…

Ketika suami anda marah, dan dia seorang lelaki yang mudah emosi, hendaknya anda wahai para istri, mencari perlindungan dengan berdiam diri dan tetap diam di ahdapan suami anda yang sedang marah dengan penuh penghormatan dan menerima setiap kata-katanya, namun jangan sekali-kali berdiam diri dengan diiringi pandangan penghinaan, mengejek, atau pandangan marah meski hanya dengan kedipan mata. Karena suami anda adalah seorang suami yang cerdas dan sangat memahami anda. Maka hendaknya engkau tetap diam dengan ketaatan dan pancaran mata menyesal serta kasih sayang dihadapannya, terlepas engkau meyakini bahwa dirimu benar atau tidak. Hendaknya engkau tetap diam dihadapannya dan jangan membantah sedikitpun perkataannya.

Janganlah engkau keluar dari tempatmu berdiam, karena suami anda akan menduga bahwa anda melarikan diri dan tidak ingin mendengarkan perkataannya, maka dia akan semakin membenci anda dan semakin besar berkobar amarahnya. Maka anda harus tetap diam, sambil menyetujui perkataannya sampai dia lelah kehabisan kata dan merasa lebih tenang. Baru kemudian anda sampaikan kepada suami anda, “Apakah saya dizinkan untuk keluar?”

Jika suami anda tidak mengizinkan anda keluar, maka tetaplah berada dalam posisi anda dan jangan membantahnya, namun jika anda diizinkan keluar, maka keluarlah anda dari posisi tadi dan biarkan suami anda beristirahat sejenak, karena suami anda lelah dan memerlukan istirahat setelah banyak berbicara dan berteriak. Hendaknya anda tetap melanjutkan pekerjaan rumah anda serta mengurus anak-anak, dan biarkan suami anda terdiam dan menerungi setiap perkataannya dalam kondisi “sudah menuntaskan peperangan yang diluncurkan kepada anda…”

Selain itu janganlah anda memboikot suami anda dengan tidak mengajaknya berbicara, jangan lakukan hal itu! Itu adalah kebiasaan buruk, juga senjata yang memiliki dua mata yang sangat tajam. Ketika anda wahai para istri memboikot suami anda selama seminggu misalnya, bisa jadi pertama kalinya suami anda akan sedikit mendapat kesulitan dan berusaha mengajak anda bicara. Tetapi dengan berjalannya hari, suami anda akan terbiasa dengan boikot anda, malah jika anda memboikotnya satu minggu, maka suami anda akan memboikot anda selama dua minggu, pada saat itu, kalian para istri yang akan menanggung akbibat buruk dari senjata kalian tadi.

Seharusnya anda para istri, mengajarkan kepada suami anda, bahwa anda adalah udara segar yang dihirupnya, air yang dimunimnya, yang suami anda selalu merasa membutuhkan anda. Jadilah seperti angin yang lembut baginya, dan janganlah menjadi angin yang bertiup dengan sangat keras.

Dua jam setelah anda sibuk dengan pekerjaan rumah dan membiarkan suami anda diam merenungi kesalahannya saat marah-marah tadi, maka buatkanlah suami anda minuman, segelas jus atau secangkir the. Katakan kepadanya dengan lembut untuk meminumnya, anda harus membuatkan minuman baginya karena memang suami anda lelah dan kering tenggorokannya karena marah-marah dan berteriak tadi. Berbicaralah kepadanya dengan sikap normal, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Maka dapatilah suami anda akan memandang heran kepada anda, suami anda akan takjub dan merasa bersalah, kadang suami anda akan memulai berbicara, “Apakah engkau marah wahai istriku?” Maka jawablah, “Tidak! Aku tidak marah wahai suamiku, engkau telah mengucapkan banyak hal yang benar, mungkin aku telah khilaf berbuat kesalahan tanpa aku sadari, maka didiklah aku dengan lembut, didiklah aku dengan kasih sayangmu…”

Maka dapatilah suami anda akan meminta maaf atas ucapan-ucapan kasarnya dan mulai mengungkapkan hal-hal yang indah tentang anda, pada saat itu, peluklah dia erat dan berikanlah perlindungan akan kegalauan dan kesedihannya, dan hendaknya anda juga minta maaf kepadanya, walaupun anda meyakini bahwa anda berada di pihak yang benar.

Maka terimalah permintaan maaf suami anda itu dan janganlah menjadi wanita yang bodoh yang merasa di atas angin kemudian balas mencercanya. Hendaknya kalian wahai para istri, tidak mengambil sedikitpun dan janganlah memasukkan dalam hati celaan suami di kala marah, karena itu bukan isi hatinya yang sebenarnya. Bukankah engkau mengetahui bahwa talak dalam keadaan marah pun ditolak hukumnya? Maka janganlah menjadi istri yang buruk yang membenarkan perkataan suami di saat marah dan mendustakan kata-kata suami di saat marahnya sudah mereda.

Maka janganlah ada istri yang sampai memiliki pikiran, bahwa kehormatannya diinjak-injak suaminya, ketahuilah! Kehormatan anda wahai para istri yang sukses, yaitu jika anda tidak membenarkan ucapakan kasar suami anda yang melukai hati anda saat suami marah. Tetapi engkau membenarkan ucapan suami anda ketika marahnya sudah mereda. Itulah kehormatan dirimu.

………………………….

Apakah engkau mampu melakukan itu semua wahai para istri, seberapa penting rumah tangga kalian bagi diri kalian? Seberapa besar rasa cinta kalian kepada suami kalian? Bukankah anak-anak juga mendapatkan hak ketenangan dalam rumahnya, bagaimana mungkin anak-anak bisa tenang jika Bapak dan Ibunya bertengkar dengan suara yang bersahutan? Apalagi sampai ada piring terbang atau kucing terbang???

InsyaAllooh engkau bisa melakukannya wahai para istri, do’aku bagi rumah tangga kalian semua wahai kaum muslimin, agar kalian dianugerahi rumah tangga yang sakinah mawaddah warrohmah. Aamiin

Oleh Andi Abu Hudzaifah Najwa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar