Jumat, 04 Oktober 2013

MATERI FIQIH MU #1a : KEDUDUKAN SHALAT

Shalat ini diperintahkan secara khusu, yakni ketika Rasululllah dimi’rajkan. Shalat juga merupakan rukun islam seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang rukun islam. Satu bangunan apabila tidak memiliki rukun, hanya dinding saja, mudah untuk tumbang.

Hadits dari Mu’adz bin Jabal:
“Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku sesuatu yang menyelamatkan aku dari neraka dan memasikkan aku ke surga … “ Rasulullah bersabda, “ Wahai Mu’adz, maukah engkau aku kabarkan sesuatu terkait dengan poko dari urusan ini? Tiangnya dan puncaknya?” “Tentu saja, ya Rasulullah” “Pokok dari perkara inin adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.”

Shalat juga merupakan satu-satunya ibadah yang diperintahkan Allah untuk memerintahkannya kepada keluarga.

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya…. “ (QS. Thaha : 132)

Dari Abdul Malik bin Rubai bin Sabroh dari ayahnya dari kakeknya:
“Ajarkanlah anak-anak itu shalat ketika berusia tujuh tahun. Dan pukullah ia ketika berusia sepuluh tahun”
Dalam riwayat lain:
“… dan pisahkanlah di antara mereka (anak-anak itu) dari tempat-tempat tidurnya”

Kedudukan shalat yag lainnya tergambar seperti dalam surat al-Mu’minun ayat 1-2 :
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sehalatya.”

Hadits dari abu Sufyan:
“Aku mendengar Jabir berkata, Rasulullah shalallhu ‘alayhi wasallam bersabda, ‘sesungguhnya antara seseorag dega kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat”

Maksudnya adalah ketika seseorang meninggalkan shalat hampir saja ia masuk dalam kesyirikan dan kekufuran. Jadi tidak difahami menjadi kafir, kecuali jika ia mengingkari kewajiban shalat. Kalau hanya malas maka tidak mengeluarkannya dari Islam.

Imam An-Nawawi dalam al-Minhaj syarh Muslim bin Hajaj juz II halaman 91-93 menjelaskan, kecuali kondisi yang lain ketika malas, kemudian oleh amir diperintahkan untuk mengerjakan shalat tetapi ia membangkang (tidak melaksanakannya) maka jumhur ulama mengatakan halal darahnya untuk dibunuh, tetapi tidak sepakat itu kafir. Pendapat yag mendekati kebenaran adalah yangmenagtakan tidak kafir. Wallahu a’lam.

Mengapa dalam hadits disebutkan kata kesyirikan dan kekufuran tapi ditakwilkan tidak kafir??
Karena banyak dalil-dalil lain yang menggunakan kata syirik dan kufur namun maknanya adalah kufur di bawah kekafiran. Sebagaimana sabda Rasulullah bahwa shalat yang lima (yang difardhukan Allah atas hambaNya), barangsiapa yang membaguskan wudhunya kemudian shalat pada waktunya, menyempurnakan ruku’, sujud, dan khusyuknya, maka bagi orang ini ada perjanjian dengan Allah untuk diampuni oleh Allah. Namun jika ia tidak mengerjakan itu, maka tidak ada perjanjian oleh Allah. Jika Allah mau, maka Allah mengampuninya. Jika Allah mau, Allah mengadzabnya.

Kedudukan shalat dalam syari’at lagi adalah: Ulama salaf menjadikan shalat sebagai barometer pertama apakah seseorang itu layak untuk diambil ilmunya atau tidak. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam ad-Darimi dalam sunannya:
Dari Abu ‘Aliyah (ulama tabi’in):
“kami mendatangi seorang untuk mengambil ilmu darinya. Kemudian kami memperhatikannya ketika shalat. Jika ia bagus shalatnya maka kami duduk dan belajar kepadanya. Dan kami memandang dia untuk perkara yang lain bagus. Jika buruk shalatnya, kami pergi darinya. Dan kami memandang dia untuk perkara-perkara yang lain jelek.”

Rasulullah mengatakan bahwa, terkadang seseorang itu shalat dan ia tidak mendapatkan apapun dari shalatnya kecuali sepersepuluhnya, atau sepersembilannya, atau mungkin setengahnya…”

Imam al-Thohawi dalam syarh Musykilil Atsar menjelaskan kesimpulannya terkadang dia tidak memenuhi apa yang harus dipenuhi dari kewajiban-kewajibannya, adabnya, dst. Dia meninggalkan sesuatu dari yang telah ditentukan oleh rasul dari tata cara shalat itu mulai dari gerak, bacaann, doa, wirid, dst.  Hadits ini dalam kitab shalat nabi, syaikh Albani memberi catatan kaki, diriwayatkan oleh abu Daud, an Nasa’I dalam sunan al-Kubro, dan ibnu Mubarok dalam az-Zuhud.


(disalin dari catatan pribadi)
link rekaman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar