Kita hanya berpegang pada al-Qur’an
dan hadits shahih sebagai sumber rujukan. Nash yang dipegang adalah al-Qur-an
yang jelas tidak ada yang dhoif dan hadits yang shahih (termasuk yang hasan).
Sebagaimana dijelaskan sang penulis kitab, Syaikh Albani dalam bagian
muqoddimah bahwa hadits yang shahih dan hasan sudah mencukupi, tidak dibutuhkan
yang dhoif yang tidak dapat dibuktikan validitasnya. Jadi kita harus mencari
tahu hadits tersebut shahih atau tidak baik meneliti sendiri (bagi yang
mempunyai kemampuan) ataupun mengambil dari ‘alim. Thulab wajib dalam hal ini
(mencari tahu shahih tidaknya hadits yang diamalkan) tapi tidak diwajibkan
menjadi seperti Imam Ahmad, Imam Muslim dsb karena Allah tidak membebani
hambaNya.
Kita meninggalkan hadits dhoif
dalam segala hal. Pendapat ulama dalam masalah pengamalan hadits dhoif ini
terbagi menjadi 3:
1. Boleh
diamalkan secara mutlak
2. Tidak
boleh diamalkan secara mutlak
3. Beleh
diamalkan dalam urusan-urusan tertentu dan tidak boleh dalam urusan-urusan
tertentu
Syaikh Albani menjelaskan dalam
muqoddimah Shahih wa Dhoif Targhib wa Tarhib : pendapat yang paling rajih dan
ditegaskan oleh Syaikh Ahmad Syakir adalah hadits dhoif tidak berguna sama
sekali dalam hal mengamalkannya karena seluruh amaliya itu jika dimaksudkan
adalah ibadah kepada Allah maka itu bagian dari syari’at yang merupakan hak
Allah sebagai pembuatnya maka sumber, penetapannya, tata caranya juga mesti
dari Allah, tidak berhak manusia manapun untuk membuat atau menambah sekecil
apa pun. Sementara hadits dhoif tidak dapat dipastikan secara meyakinkan bahwa
dengan zhon yang lemah pun itu benar dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah.
Karena jika sesuatu itu dikatakan oleh rasulullah terkait degan risalah Islam
ini, syari’at agama ini maka itu adalah bagian dari wahyu Allah.
Jika dalam perkara dunia saja
jika kita mendapatkan berita dari seorang yang buruk maka pasti kita berusaha
menanyakannnya lagi kepada orang lain untuk memastikan kebenarannya, apalagi untuk
perkara agama. Dan berhati-hatilah dalam menisbatkan segala sesuatu kepada
Rasulullah.
“Barangsiapa yang membuat suatu
perkataan atasku yang tidak aku katakana maka hendaknya ia menyiapkan tempat
duduknya dari neraka.”
Kesimpulan dari bagian Ib ini
adalah:
1. Mengambil
hadits yang shshih
2. Meninggalkan
hadits yang dhoif
3. Tidak
serampangan dalam menyandarkan sesuatu kepada Rasulullah shalallahu ‘alayhi
wasallam
(disalin dari catatan pribadi)
link rekaman:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar