Sabtu, 16 Maret 2013

KALIMAT TAUHID ADALAH DO’A TERBAIK




Sebaik-baik do’a adalah do’a di hari Arafah, dan sebaik-baik yang kuucapkan dan diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah :
“Tiada ilah selain Allah saja dan tiada sekutu bagiNya; milikNya lah segala kekuasaan dan segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (HR. Tirmidzi no 3585 dan ia mengatakan : Hadits hasan gharib dihasankan juga oleh syaikh Al-Albani. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabari dengan sanad yang jayyid, dengan redaksi:”Sebaik-baik yang kuucapkan dan diucapkan oleh para Nabi sebelumku di sore hari Arafah adalah:…. Dst”. Hadits yang senada juga diriwayatkan oleh Ahmad dengan redaksi : “Konon doa yang terbanyak diucapkan oleh Nabi pada sore hari Arafah adalah:…. Dst” dan para perawinya tsiqah (lihat: Tuhfatul Ahwadzi 10/33)

Husain bin Hasan Al Marwazi menceritakan: Aku pernah bertanya kepada Sufyan bin Unainah tentang doa yang paling afdhal di hari Arafah, maka jawabnya: “Laa ilaaha illallah… dst”.

“Ini adalah pujian dan bukan doa”, sanggahku.

“tidakkah kau tahu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Malik bin Huwairits radhiyallahu’anhu? Dalam hadits itu disebutkan bahwa Allah berkata:

“Jika hambaKu tersibukkan oleh puji-pujiannya atasKu dari memohon (berdoa) kepadaKu, niscaya Kuberikan kepadanya sesuatu yang lebih afdhal dari apa yang Kuberikan kepada orang-orang yang berdoa” Jawab Sufyan.

“Inilah penafsiran dari sabda Nabi tersebut” kata Sifyan.

“Tidakkah engkau pernah mendengar syairnya Umayyah bin Abi Shalt tetkala ia mendatangi Abdullah bin Jud’an untuk minta santunan darinya?” Tanya Sufyan.

“Tidak.” Jawabku. Maka kata Sufyan:

“Umayyah mengatakan:

Haruskah kusebut hajatku ataukah cukup bagiku rasa malumu, karena pemalu adalah sifatmu?
Kau tahu hak manusia saat dirimu berkecukupan. Bagimu leluhur yang mulia dan segala pujian,
Bila seseorang menyanjungmu di suatu ketika cukuplah itu baginya, tanpa perlu meminta

“Hai Husein, kalau manusia saja seperti ini, lantas baimana dengan Penciptanya?” Lanjut Sufyan. (lihat: Mir’aatul Mafatih (9/141))

Artinya, jika seorang dermawan macam Abdullah bin Jud’an yang musyrik saja tidak perlu dimintai agar memberi santunan, namun cukup dengan dipuji-puji karena iapasti malu jika tidak memberi apa-apa kepada yang memujinya… tentu Allah yangmenciptakannya dan yang Maha Pemalu dan Pemurah akan lebih malu bila tidak mengabulkan do’a hambaNya yang sibuk memujiNya.


Disalin dari buku"Tauhid Beres Negara Sukses", Sufyan bin Fuad Baswedan, MA, Akbar Media, hal 94--97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar