Sabtu, 11 Januari 2014

Pasutra Lah, Let's Duit Again

MATAN

Telah ceritakan padaku Facebook, telah berkata Pak Aviv Dharmawan, bahwa sebenarnya beliau tidak ceritakan padaku, tetapi akulah yang membaca statusnya, telah kabarkan padanya BBM, bahwa telah berkata Ustadz Naharuddin Syuhada padanya dengan ketikan jemari:

===============
Ada seorang teman menulis ϑί statusnya..

“Anak SάЧά Abdullah [11 tahun] insyaallah tahun ini hafal Al qur'an, dahulu Bapaknya umur segitu belum hafal Juz Amma”.

Ngiri ƍάќ sih? mau ngiri atau gak itu tergantung visi ϑαπ pandangan hidup setiap orang.. Tp bukan itu yang ingin SάЧά bahas..

Yang bikin tambah ngiri.. Di akhir status nya dia tulis.. “Jazakillahu khairon Istriku tercinta”. Ternyata yang membuat anaknya hafal Al qur'an adalah istrinya, subhanallah.."
===============

SYARH/PENJELASAN

Ini adalah perkara yang layak diirikan. Anda layak iri pada anak tersebut. Usianya 11 tahun namun sudah banyak hafal al-Qur'an, bahkan hampir seluruhnya.
Sedangkan Anda sudah berumur 427,6. Jauh sekali. Dan ketika dikatakan 'dahulu Bapaknya umur segitu belum hafal Juz Amma', bisa jadi mencerminkan Anda banget; disebabkan kala seusianya, justru yang terhafal adalah 'Derita', 'Syahdu', 'Teluk Bayur', 'Kisah Kasih di Sekolah' dan 'Hati yang Luka'.

Ada 3 titik yang mau saya pusatkan:

[1] Punya istri yang bisa membuat anaknya hafal al-Qur'an, meski beberapa surat, adalah sesuatu banget. Kalau bukan sesuatu banget, berarti seseorang banget. Tidak kebayang deh kalau nanti istri mahir cari duit, tetapi memintarkan anak agamanya tidak bisa.

Fungsinya jadi pencari duit, bukan pencari pahala. Apalagi mudi-mudi jaman sekarang, yang keliatannya teduh pun belum tentu bisa (baca: belum tentu mau) memintarkan anaknya dalam perkara agama. Lha ya wong kehidupannya -meski teduh- isinya cuma online di WA, broadcast di BB, atau lainnya, sebagai pengganti hanging out di Mall, kongkow bareng akhwat-akhwat ga telanjang tapi berpakaian dan seterusnya.

Ada kesamaan: tetep ngoceh, cuap-cuap, dan seterusnya. Yang kadang sekali tersinggung karena gesekan, sakit hatinya sampai dibawa hingga dikubur pun tetap dan mungkin hingga Akherat ga terima.

[2] Istri yang bisa membuat anaknya hafal al-Qur'an melebihi hafalan dirinya sendiri, tentu lebih kudu konsentrasi di rumah mengasuh anaknya. Kalau suaminya kerja pagi, istrinya yang anter anak ke sekolahan, bukan pembantu. Kalau anaknya di rumah, ya ajari ini itu yang baik-baik. Jadikan mahir baca al-Qur'an. Bukan malah begini:

Anak mendorong pintu, "Aku pulaaaang!"
Pembantu: "Eeeh, si Tole sudah pulang to?"
"Iya, Mbak."
"Tadi gimana sekolahnya?"
"Wah, alhamdulillah lancar banget." (Cerita panjang)
"Nanti sore belajar baca al-Qur'an sama Mbak yaa."
(Sementara ibu kandungnya sedang ngantor. Sibuk bekerja bersama laki-laki.)

Fungsi istri/wanita: Mencari duit, bekerja sama dengan para lelaki dan wanita, pulang pergi, pokoknya harus kita kuras keringatnya! (berkata ini sambil tertawa tidak bagus)

Gambaran di atas tidak mesti lho, ya!

[3] Coba lihat suami yang diceritakan mengungkapkan terima kasih dan rasa syukur pada istrinya. Ini adalah titik penting. Suami itu lelaki. Lelaki itu egois. Jasa sedikit tapi ketika anaknya berprestasi -berkat usaha dan didikan istrinya capek-capek saban hari- yang bangga ya bapaknya, yang cerita ya bapaknya, sambil berkata: "Ini baru anak saya."

Padahal banyak loch bapak-bapak yang masa bodoh dengan kualitas anaknya. Lalu istrinya lah yang setia mendidiknya. Dalam perjalanan, boro-boro bapaknya perhatian. Namun, ketika anaknya juara 1, masuk TV, masuk berita, langsung bilang: "Waaah, itu tuh anak gue!" Istrinya dibiarkan manyun sambil hatinya berdesis, 'Padahal seharian ente ngopi sambil ngasih makan ayam doang, Bang!'

Disasternya, zaman sekarang perempuan muda banyak sekali. Lebih disasternya, kebanyakan mereka sudah mulai terkikis karakter keibuannya yang sudah dimodalkan secara alamiah. Lebih ngerinya jika kelak mayoritas wanita muda memilih menjadi wanita karir sedangkan mayoritas pria muda memilih yang enak-enak saja.

Sudah bibitnya banyak sekarang.

Lihat saja kekinian di kampus-kampus umumnya, wanita justru terkesan lebih aktif dibanding perempuan. Ada yang lebih aktif baca, ikut seminar, organisasi, kursus, semua demi masa depan. Laki-lakinya?

Seperti mahasiswa era 90-an, motor boro-boro punya, bisa ngendarain aja belum. Untuk menyelesaikan skripsi, ya normalnya pakai mesin tik. Referensi cari di perpustakaan bener-bener.

Tidak seperti mahasiswa era saya, motor sudah punya, bisa kemana-mana tapi malesnya banget-banget. Skripsi kendor, padahal referensi sudah tersedia secara alamiah dunia di mana-mana. Tetapi karena sedari awal sudah 'nawaitu' untuk copas sana copas sini saja, jadi lembek dah.

Lihat saja ke depannya nanti. Setelah perempuan mendominasi secara kuantitas di masa sekarang, kelak mereka akan mendominasi secara kualitas.

(Berkaca pada siswa-siswa laki-laki sekolahan sekarang, calon 'yang dipimpin' -bukan calon pemimpin- masa depan)

Jika lelaki sudah dimodali ego secara alamiah, kemudian ditambah 'malas' dan 'bodoh', maka sudahlah. Kalah.


via Hasan Al-jaizy

https://www.facebook.com/nasihat.untuk.muslimah/posts/806052266078671

Tidak ada komentar:

Posting Komentar